Raden Werkudara atau
Bima merupakan putra kedua dari Dewi Kunti dan Prabu Pandudewanata. Tetapi ia
sesungguhnya adalah putra Batara Bayu dan Dewi Kunti sebab Prabu Pandu tidak
dapat menghasilkan keturunan. Ini merupakan kutukan dari Begawan Kimindama. Namun
akibat Aji Adityaredhaya yang dimiliki oleh Dewi Kunti, pasangan tersebut dapat
memiliki keturunan.
Pada saat lahirnya, Werkudara berwujud bungkus. Tubuhnya diselubungi oleh selaput tipis yang tidak dapat disobek oleh senjata apapun. Hal ini membuat pasangan Dewi Kunthi dan Pandu sangat sedih. Atas anjuran dari Begawan Abiyasa, Pandu kemudian membuang bayi bungkus tersebut di hutan Mandalasara. Selama delapan tahun bungkus tersebut tidak pecah-pecah dan mulai berguling kesana kemari sehingga hutan yang tadinya rimbun menjadi rata dengan tanah. Hal ini membuat penghuni hutan kalang kabut. Selain itu para jin penghuni hutan pun mulai terganggu, sehingga Batari Durga, ratu dari semua makhluk halus, melapor pada Batara Guru, raja dari semua dewa. Lalu, raja para dewa itu memerintahkan Batara Bayu, Batari Durga, dan Gajah Sena, anak dari Erawata, gajah tunggangan Batara Indra, serta diiringi oleh Batara Narada untuk turun dan memecahkan bungkus bayi tersebut.
Pada saat lahirnya, Werkudara berwujud bungkus. Tubuhnya diselubungi oleh selaput tipis yang tidak dapat disobek oleh senjata apapun. Hal ini membuat pasangan Dewi Kunthi dan Pandu sangat sedih. Atas anjuran dari Begawan Abiyasa, Pandu kemudian membuang bayi bungkus tersebut di hutan Mandalasara. Selama delapan tahun bungkus tersebut tidak pecah-pecah dan mulai berguling kesana kemari sehingga hutan yang tadinya rimbun menjadi rata dengan tanah. Hal ini membuat penghuni hutan kalang kabut. Selain itu para jin penghuni hutan pun mulai terganggu, sehingga Batari Durga, ratu dari semua makhluk halus, melapor pada Batara Guru, raja dari semua dewa. Lalu, raja para dewa itu memerintahkan Batara Bayu, Batari Durga, dan Gajah Sena, anak dari Erawata, gajah tunggangan Batara Indra, serta diiringi oleh Batara Narada untuk turun dan memecahkan bungkus bayi tersebut.
Nama-nama lain bagi
Bima adalah Bratasena (nama yang di gunakan sewaktu masih muda), Werkudara yang
berarti perut srigala, Bima, Gandawastratmaja, Dwijasena, Arya Sena karena di
dalam tubuhnya menunggal tubuh Gajah Sena, Wijasena, Dandun Wacana, di dalam
tubuhnya menunggal raja Jodipati yang juga adik dari Prabu Yudistira,
Jayadilaga, Jayalaga, Kusumayuda, Kusumadilaga yang artinya selalu menang dalam
pertempuran, Arya Brata karena ia tahan menderita, Wayunendra, Wayu Ananda,
Bayuputra, Bayutanaya, Bayusuta, Bayusiwi karena ia adalah putra batara Bayu, Bilawa,
nama samaran saat menjadi jagal di Wiratha, Bondan Peksajandu yang artinya
kebal akan segala racun, dan Bungkus yang merupakan panggilan kesayangan Prabu
Kresna.
Werkudara memiliki
saudara Tunggal Bayu yaitu, Anoman, Gunung Maenaka, Garuda Mahambira, Ular Naga
Kuwara,Liman/ Gajah Setubanda, Kapiwara, Yaksendra Yayahwreka, dan Pulasiya
yang menunggal dalam tubuh Anoman sesaat sebelum perang Alengka terjadi (zaman
Ramayana).
Werkudara yang bertubuh
besar ini memiliki perwatakan berani, tegas, berpendirian kuat, teguh iman.
Selama hidupnya Werkudara tidak pernah berbicara halus kepada siapapun termasuk
kepada orang tua, dewa, dan gurunya, kecuali kepada Dewa Ruci, dewanya yang
sejati, ia berbicara halus dan mau menyembah.
Selama hidupnya
Werkudara berguru pada Resi Drona untuk olah batin dan keprajuritan, Begawan
Krepa, dan Prabu Baladewa untuk ketangkasan menggunakan gada. Dalam berguru
Werkudara selalu menjadi saingan utama bagi saudara sepupunya yang juga sulung
dari Kurawa yaitu Duryudana.
Para Kurawa selalu
ingin menyingkirkan Pandawa karena menurut mereka Pandawa hanya menjadi batu
sandungan bagi mereka untuk mengusasai kerajaan Astina. Kurawa menganggap
kekuatan Pandawa terletak pada Werkudara karena memang ia adalah yang terkuat
diantara kelima Pandawa. di kayangan Sapta Pratala Di sini Werkudara kemudian
berkenalan dan menikah dengan putri Sang Hyang Antaboga yang beranama Dewi
Nagagini. Dari perkawinan itu mereka memiliki seorang putra yang kelak menjadi
sangat sakti dan ahli perang dalam tanah yang dinamai Antareja. Setelah para
Pandawa meninggalkan kayangan Sapta Pratala, mereka memasuki hutan. Di tengah
Hutan para Pandawa bertemu dengan Prabu Arimba yang merupakan putra dari Prabu
Tremboko yang pernah dibunuh Prabu Pandu atas hasutan Sengkuni. Mengetahui asal
usul para Pandawa, Prabu Arimba kemudian ingin membunuh mereka, tetapi dapat
dihalau dan akhirnya tewas di tangan Werkudara. Namun Adik dari Prabu Arimba
bukannya benci tetapi malah menaruh hati pada Werkudara. Sebelum mati Prabu
Arimba menitipkan adiknya Dewi Arimbi kepada Werkudara. Karena Arimbi adalah
seorang rakseksi, maka Werkudara menolak cintanya. Lalu Dewi Kunti yang melihat
ketulusan cinta dari Dewi Arimbi bersabda, “ Duh ayune, bocah iki…” (Duh
cantiknya, anak ini..!) Tiba-tiba, Dewi Arimbi yang buruk rupa itu menjadi
cantik dan lalu diperistri oleh Werkudara. Pasangan ini akhirnya memiliki
seorang putra yang ahli perang di udara yang dinamai Gatotkaca. Gatotkaca lalu
juga diangkat sebagai raja di Pringgandani sebagai pengganti pamannya, Prabu
Arimba.
Selain Gatotkaca dan
Antareja, Werkudara juga memiliki putra yang ahli perang dalam air yaitu
Antasena, Putra Bima dengan Dewi Urangayu, putri dari Hyang Mintuna, dewa
penguasa air tawar.
Dalam perang besar
Baratayuda Jayabinangun Werkudara berhasil membunuh banyak satria Kurawa,
diantaranya, Raden Dursasana, anak kedua kurawa yang dihabisinya dengan kejam
pada hari ke 16 Baratayuda untuk melunasi sumpah Drupadi yang hanya akan
menyanggul dan mengeramas rambutnya setelah dikeramas dengan darah Dursasana
setelah putri Pancala tersebut dilecehkan saat Pandawa kalah bermain dadu. Bima
juga membunuh adik- adik Prabu Duryudana yang lain seperti, Gardapati di hari
ke tiga Baratyuda, Kartamarma, setelah Baratayuda, dan Banyak lagi. Werkudara
pun membunuh Patih Sengkuni di hari ke 17 dengan cara menyobek kulitnya dari
anus sampai ke mulut untuk melunasi sumpah ibunya yang tidak akan berkemben
jika tidak memakai kulit Sengkuni saat Putri Mandura tersebut dilecehkan
Sengkuni pada pembagian minyak tala. Hal tersebut juga sesuai dengan kutukan
Gandamana yang pernah dijebak Sengkuni demi merebut posisi mahapatih Astina
bahwa Sengkuni akan mati dengan tubuh yang dikuliti Pada hari terakhir
Baratayuda, semua perwira Astina telah gugur, tinggal saingan terbesar
Werkudaralah yang tersisa yaitu raja Astina sendiri, Prabu Duryudana.
Pertarungan ini diwasiti oleh Prabu Baladewa sendiri yang merupakan guru dari
kedua murid dengan aturan hanya boleh memukul bagian tubuh pinggang keatas.
Dalam pertarungan itu Duryudana tubuhnya telah kebal dan hanya paha kirinya
yang tidak terkena minyak tala, karena ia tidak mau membuka kain penutup
kemaluannya yang masih menutupi paha kirinya saat Dewi Gendari mengoleskan
minyak tersebut ke tubuh Duryudana. Banyak pihak yang menyalah artikan paha ini
dengan mengatakan betis kiri. Sebenarnya yang betul adalah paha karena dalam
bahasa Jawa wentis adalah paha bukan betis. Duryudana yang mencoba memukul paha
kiri Werkudara gagal karena di paha kiri Werkudara bersemayam arwah Kumbakarna
yang mengakibatkan paha kiri Bima menjadi sangat kuat, ditempat lain Werkudara
mulai kewalahan karena Duryudana kebal akan segala pukulan Gada Rujak Polonya.
Akhir riwayatnya,
Werkudara mati moksa bersama-sama saudara-saudaranya dan Dewi Drupadi
Sumber cerita wayang : http://wayang.wordpress.com/2010/07/20/pandawa-2-bima-werkudara-bimasena-bratasena-abilawa/
0 komentar:
Posting Komentar