Senin, 15 April 2013

WAYANG FAVORIT




Raden Werkudara atau Bima merupakan putra kedua dari Dewi Kunti dan Prabu Pandudewanata. Tetapi ia sesungguhnya adalah putra Batara Bayu dan Dewi Kunti sebab Prabu Pandu tidak dapat menghasilkan keturunan. Ini merupakan kutukan dari Begawan Kimindama. Namun akibat Aji Adityaredhaya yang dimiliki oleh Dewi Kunti, pasangan tersebut dapat memiliki keturunan.

Pada saat lahirnya, Werkudara berwujud bungkus. Tubuhnya diselubungi oleh selaput tipis yang tidak dapat disobek oleh senjata apapun. Hal ini membuat pasangan Dewi Kunthi dan Pandu sangat sedih. Atas anjuran dari Begawan Abiyasa, Pandu kemudian membuang bayi bungkus tersebut di hutan Mandalasara. Selama delapan tahun bungkus tersebut tidak pecah-pecah dan mulai berguling kesana kemari sehingga hutan yang tadinya rimbun menjadi rata dengan tanah. Hal ini membuat penghuni hutan kalang kabut. Selain itu para jin penghuni hutan pun mulai terganggu, sehingga Batari Durga, ratu dari semua makhluk halus, melapor pada Batara Guru, raja dari semua dewa. Lalu, raja para dewa itu memerintahkan Batara Bayu, Batari Durga, dan Gajah Sena, anak dari Erawata, gajah tunggangan Batara Indra, serta diiringi oleh Batara Narada untuk turun dan memecahkan bungkus bayi tersebut.



Nama-nama lain bagi Bima adalah Bratasena (nama yang di gunakan sewaktu masih muda), Werkudara yang berarti perut srigala, Bima, Gandawastratmaja, Dwijasena, Arya Sena karena di dalam tubuhnya menunggal tubuh Gajah Sena, Wijasena, Dandun Wacana, di dalam tubuhnya menunggal raja Jodipati yang juga adik dari Prabu Yudistira, Jayadilaga, Jayalaga, Kusumayuda, Kusumadilaga yang artinya selalu menang dalam pertempuran, Arya Brata karena ia tahan menderita, Wayunendra, Wayu Ananda, Bayuputra, Bayutanaya, Bayusuta, Bayusiwi karena ia adalah putra batara Bayu, Bilawa, nama samaran saat menjadi jagal di Wiratha, Bondan Peksajandu yang artinya kebal akan segala racun, dan Bungkus yang merupakan panggilan kesayangan Prabu Kresna.
Werkudara memiliki saudara Tunggal Bayu yaitu, Anoman, Gunung Maenaka, Garuda Mahambira, Ular Naga Kuwara,Liman/ Gajah Setubanda, Kapiwara, Yaksendra Yayahwreka, dan Pulasiya yang menunggal dalam tubuh Anoman sesaat sebelum perang Alengka terjadi (zaman Ramayana).
Werkudara yang bertubuh besar ini memiliki perwatakan berani, tegas, berpendirian kuat, teguh iman. Selama hidupnya Werkudara tidak pernah berbicara halus kepada siapapun termasuk kepada orang tua, dewa, dan gurunya, kecuali kepada Dewa Ruci, dewanya yang sejati, ia berbicara halus dan mau menyembah.
Selama hidupnya Werkudara berguru pada Resi Drona untuk olah batin dan keprajuritan, Begawan Krepa, dan Prabu Baladewa untuk ketangkasan menggunakan gada. Dalam berguru Werkudara selalu menjadi saingan utama bagi saudara sepupunya yang juga sulung dari Kurawa yaitu Duryudana.
Para Kurawa selalu ingin menyingkirkan Pandawa karena menurut mereka Pandawa hanya menjadi batu sandungan bagi mereka untuk mengusasai kerajaan Astina. Kurawa menganggap kekuatan Pandawa terletak pada Werkudara karena memang ia adalah yang terkuat diantara kelima Pandawa. di kayangan Sapta Pratala Di sini Werkudara kemudian berkenalan dan menikah dengan putri Sang Hyang Antaboga yang beranama Dewi Nagagini. Dari perkawinan itu mereka memiliki seorang putra yang kelak menjadi sangat sakti dan ahli perang dalam tanah yang dinamai Antareja. Setelah para Pandawa meninggalkan kayangan Sapta Pratala, mereka memasuki hutan. Di tengah Hutan para Pandawa bertemu dengan Prabu Arimba yang merupakan putra dari Prabu Tremboko yang pernah dibunuh Prabu Pandu atas hasutan Sengkuni. Mengetahui asal usul para Pandawa, Prabu Arimba kemudian ingin membunuh mereka, tetapi dapat dihalau dan akhirnya tewas di tangan Werkudara. Namun Adik dari Prabu Arimba bukannya benci tetapi malah menaruh hati pada Werkudara. Sebelum mati Prabu Arimba menitipkan adiknya Dewi Arimbi kepada Werkudara. Karena Arimbi adalah seorang rakseksi, maka Werkudara menolak cintanya. Lalu Dewi Kunti yang melihat ketulusan cinta dari Dewi Arimbi bersabda, “ Duh ayune, bocah iki…” (Duh cantiknya, anak ini..!) Tiba-tiba, Dewi Arimbi yang buruk rupa itu menjadi cantik dan lalu diperistri oleh Werkudara. Pasangan ini akhirnya memiliki seorang putra yang ahli perang di udara yang dinamai Gatotkaca. Gatotkaca lalu juga diangkat sebagai raja di Pringgandani sebagai pengganti pamannya, Prabu Arimba.



Selain Gatotkaca dan Antareja, Werkudara juga memiliki putra yang ahli perang dalam air yaitu Antasena, Putra Bima dengan Dewi Urangayu, putri dari Hyang Mintuna, dewa penguasa air tawar.



Dalam perang besar Baratayuda Jayabinangun Werkudara berhasil membunuh banyak satria Kurawa, diantaranya, Raden Dursasana, anak kedua kurawa yang dihabisinya dengan kejam pada hari ke 16 Baratayuda untuk melunasi sumpah Drupadi yang hanya akan menyanggul dan mengeramas rambutnya setelah dikeramas dengan darah Dursasana setelah putri Pancala tersebut dilecehkan saat Pandawa kalah bermain dadu. Bima juga membunuh adik- adik Prabu Duryudana yang lain seperti, Gardapati di hari ke tiga Baratyuda, Kartamarma, setelah Baratayuda, dan Banyak lagi. Werkudara pun membunuh Patih Sengkuni di hari ke 17 dengan cara menyobek kulitnya dari anus sampai ke mulut untuk melunasi sumpah ibunya yang tidak akan berkemben jika tidak memakai kulit Sengkuni saat Putri Mandura tersebut dilecehkan Sengkuni pada pembagian minyak tala. Hal tersebut juga sesuai dengan kutukan Gandamana yang pernah dijebak Sengkuni demi merebut posisi mahapatih Astina bahwa Sengkuni akan mati dengan tubuh yang dikuliti Pada hari terakhir Baratayuda, semua perwira Astina telah gugur, tinggal saingan terbesar Werkudaralah yang tersisa yaitu raja Astina sendiri, Prabu Duryudana. Pertarungan ini diwasiti oleh Prabu Baladewa sendiri yang merupakan guru dari kedua murid dengan aturan hanya boleh memukul bagian tubuh pinggang keatas. Dalam pertarungan itu Duryudana tubuhnya telah kebal dan hanya paha kirinya yang tidak terkena minyak tala, karena ia tidak mau membuka kain penutup kemaluannya yang masih menutupi paha kirinya saat Dewi Gendari mengoleskan minyak tersebut ke tubuh Duryudana. Banyak pihak yang menyalah artikan paha ini dengan mengatakan betis kiri. Sebenarnya yang betul adalah paha karena dalam bahasa Jawa wentis adalah paha bukan betis. Duryudana yang mencoba memukul paha kiri Werkudara gagal karena di paha kiri Werkudara bersemayam arwah Kumbakarna yang mengakibatkan paha kiri Bima menjadi sangat kuat, ditempat lain Werkudara mulai kewalahan karena Duryudana kebal akan segala pukulan Gada Rujak Polonya.
Akhir riwayatnya, Werkudara mati moksa bersama-sama saudara-saudaranya dan Dewi Drupadi

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More